## Misteri Kematian Johannes Marliem dan Pengungkapan Kasus Korupsi E-KTP: Sebuah Tantangan bagi KPK
Kematian Johannes Marliem, Direktur PT Biomorf Lone Indonesia, di Amerika Serikat, menimbulkan pertanyaan besar terkait pengungkapan kasus mega korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Kepergian Marliem, yang disebut-sebut sebagai saksi kunci dalam kasus ini, memicu beragam spekulasi dan kekhawatiran akan terhambatnya proses hukum. Apakah kematian tragis ini akan mengaburkan fakta dan menghambat upaya penegakan hukum?
Anggota Komisi Hukum DPR RI, Nasir Djamil, mengungkapkan keprihatinannya atas tewasnya Marliem. Ia menyayangkan kurangnya perlindungan yang diberikan kepada saksi kunci, khususnya mengingat kompleksitas kasus e-KTP yang melibatkan banyak pihak penting. Nasir menekankan pentingnya kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan keamanan saksi-saksi dalam kasus besar seperti ini, bahkan jika mereka berada di luar negeri. “Jika Johannes Marliem memang saksi kunci, dan kematiannya janggal, maka ‘kunci’ untuk mengungkap kebenaran telah hilang,” ujar Nasir dalam wawancara dengan VOA. Ia juga mengkritik cara kerja KPK dalam melindungi saksi dan menuntut investigasi yang lebih komprehensif dan sistematis dalam penanganan kasus ini yang melibatkan kerugian negara mencapai Rp2,5 triliun. “Kasus sebesar ini, yang melibatkan kemungkinan orang-orang besar, membutuhkan penanganan yang besar pula. KPK harus segera menemukan saksi kunci lain dan memastikan keselamatan mereka agar kasus ini dapat terungkap tuntas,” tambahnya.
Pihak berwenang Amerika Serikat menyatakan Marliem (32 tahun) meninggal dunia akibat bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri. PT Biomorf Lone Indonesia, perusahaan milik Marliem, merupakan penyedia sistem identifikasi sidik jari otomatis (AFIS) merek L-1 yang digunakan dalam proyek e-KTP senilai Rp5,84 triliun. Keterlibatan Marliem dalam proyek ini telah berlangsung sejak tahun 2010. Yang lebih mengejutkan, Marliem sempat memberikan informasi penting kepada Koran Tempo dan Majalah Tempo sebelum kematiannya. Ia mengaku telah merekam pembicaraan sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek e-KTP selama empat tahun terakhir, dengan total kapasitas data mencapai 500 gigabyte. Rekaman tersebut, menurut Marliem, dapat menjadi bukti kuat untuk menjerat para koruptor. Ironisnya, seminggu sebelum kematiannya, rumah Marliem di Los Angeles, Amerika Serikat, dirampok—sebuah peristiwa yang ia sebut sebagai pengalaman pertamanya selama 14 tahun tinggal di Amerika.
Aradila Caesar, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai kematian Marliem sebagai kasus yang janggal dan perlu diselidiki lebih lanjut. Ia mendesak KPK untuk bekerja sama dengan otoritas Amerika Serikat untuk mengungkap penyebab kematian Marliem dan memastikan bahwa kematian tersebut tidak menghambat pengungkapan kasus korupsi e-KTP. “Kematian Marliem terjadi di saat KPK sedang gencar menangani kasus ini. Ini menimbulkan kecurigaan dan kita harus memastikan tidak ada upaya untuk menghambat proses hukum,” tegas Aradila.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menyatakan bahwa KPK tidak hanya bergantung pada satu saksi atau satu bukti dalam mengungkap kasus ini. Ia menegaskan bahwa KPK memiliki bukti yang cukup kuat untuk menuntaskan kasus mega korupsi e-KTP, meskipun ia enggan merinci bukti-bukti tersebut. “Bukti yang kami miliki sudah cukup kuat sejak tahap penyidikan. Setelah menetapkan Setya Novanto (SN) sebagai tersangka, kami telah memiliki minimal dua alat bukti, dan bukti-bukti tersebut semakin kuat setelah penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan terhadap 20 orang saksi,” ujar Febri.
Dalam dakwaan terhadap Irman, mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, dan Sugiharto, mantan Ketua Panitia Lelang, jaksa menyebutkan bahwa kasus korupsi e-KTP melibatkan setidaknya seorang menteri, dua gubernur, dan beberapa politisi senior, termasuk anggota DPR RI. Hukuman terhadap Irman dan Sugiharto telah dijatuhkan, masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara. Namun, kematian Marliem meninggalkan pertanyaan besar: akankah misteri di balik kasus ini terungkap sepenuhnya? Atau akankah kematian saksi kunci ini menjadi penghalang bagi keadilan? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
**Kata Kunci:** Kasus Korupsi E-KTP, Johannes Marliem, KPK, LPSK, Amerika Serikat, Saksi Kunci, Bunuh Diri, Pengungkapan Kasus, Penegakan Hukum, Korupsi, ICW, Setya Novanto, Irman, Sugiharto.