## Bencana Banjir dan Longsor Landa Bali: Ratusan Rumah Rusak, Enam Warga Meninggal Dunia
Bali dilanda bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah daerah pada 16 dan 17 Oktober 2022. Hujan deras yang mengguyur Pulau Dewata sejak Minggu malam mengakibatkan setidaknya enam orang meninggal dunia, puluhan rumah rusak, dan ratusan kepala keluarga terdampak. Bencana ini menyoroti kerentanan wilayah Bali terhadap bencana hidrometeorologi, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan lokasi penambangan dan kawasan hutan.
**Korban Jiwa dan Kerusakan Infrastruktur yang Mengerikan**
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, I Made Rentin, melaporkan hingga tengah malam tanggal 17 Oktober 2022, tercatat enam korban jiwa. Tiga korban berasal dari Kabupaten Karangasem, satu korban dari Bangli, satu dari Tabanan, dan satu lagi dari Jembrana. Korban meninggal dunia disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tertimbun longsor, terseret arus banjir, hingga tertimpa bangunan yang ambruk.
Salah satu peristiwa tragis terjadi di Desa Selat, Kabupaten Karangasem. Sebuah rumah yang dihuni lima orang ambrol akibat terjangan banjir di Banjar Dinas Santi. Tembok rumah yang terletak di jalur Tukad Mati jebol, menyebabkan dua penghuninya, I Gusti Ayu Agung Pradnya Aprilianti (19) dan I Gusti Agung Ngurah Wedana Putra (8), hanyut dan ditemukan meninggal dunia. Tiga penghuni lainnya mengalami luka-luka. Di Dusun Perangsari Tengah, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, seorang suami meninggal dunia setelah tertimbun longsoran tanah saat rumahnya diterjang banjir bandang, sementara istrinya berhasil selamat.
Bencana ini juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Di Kabupaten Karangasem, BPBD mencatat sedikitnya 40 titik lokasi kejadian yang tersebar di Kecamatan Abang, Selat, Bebandem, Rendang, dan Karangasem. Di Selat sendiri, belasan rumah rusak dan penghuninya harus mengungsi. Dua sekolah terendam banjir, beberapa kendaraan hanyut, dan setidaknya lima truk tenggelam di lokasi galian C. Akses jalan warga pun terhambat karena beberapa ruas jalan tertutup longsor dan jembatan jebol. Kondisi serupa terjadi di beberapa desa di Kecamatan Abang, dengan sekitar 96 kepala keluarga (KK) diperkirakan terisolir akibat akses jalan yang terputus.
**Hulu dan Hilir Terdampak: Ancaman dari Hutan dan Penambangan**
Banjir dan longsor yang melanda Bali tidak hanya terjadi di satu titik. Di Kabupaten Jembrana, meluapnya air dari kawasan hutan menjadi salah satu penyebab utama bencana. I Komang Darmawan, Kepala Desa Yehembang Kauh, melaporkan desanya terisolasi karena infrastruktur yang hancur. Jembatan sepanjang 50 meter putus, jalan raya tertimbun lumpur dan material lainnya, serta akses listrik padam. Bencana ini bahkan merusak infrastruktur yang baru saja dibangun, seperti senderan sungai yang jebol sepanjang 60 meter. Desa-desa lain di Jembrana seperti Yehembang Kauh, Tegal Cangkring, Sangkar Agung, Dauhwaru, Dangintukadaya, Air Kuning, Kaliakah, dan Melaya juga terdampak banjir. Meluapnya Sungai Bilukpoh bahkan memutus akses jalan raya utama Gilimanuk-Denpasar.
Di Kabupaten Tabanan, seorang warga meninggal dunia di Kecamatan Baturiti setelah tertimpa material longsor. Kecamatan Pupuan, Penebel, dan Baturiti juga terdampak, mengalami kerusakan infrastruktur dan pohon tumbang.
**Hujan Ekstrem dan Kerentanan Lingkungan**
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hujan ekstrem di berbagai titik di Bali. Sebanyak 11 titik pos hujan mencatat curah hujan lebih dari 150 mm, dan 7 titik lainnya mencatat curah hujan lebih dari 100 mm. Curah hujan tertinggi tercatat di Jembrana, dengan Nusasari 228 mm, Pohsanten 186 mm, dan Tegalcangkring 180 mm. Tingginya curah hujan ini menjadi faktor pemicu utama bencana banjir dan longsor. Banyak desa yang terdampak berada di area penambangan material pasir, yang semakin memperparah dampak bencana.
**Upaya Pencegahan dan Kesadaran Lingkungan**
I Putu Bawa, warga Yehembang, Jembrana, yang tinggal di dekat kawasan hutan, menyoroti semakin rutin dan besarnya banjir yang terjadi. Bersama warga lain, ia menginisiasi komunitas Hutan Belajar untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengurangi kerentanan terhadap bencana. Ia juga membuat beberapa titik penampungan air hujan di kebunnya untuk mengantisipasi kemarau dan mengurangi dampak banjir saat hujan lebat. Namun, permasalahan di hulu Bali juga berdampak pada hilir, seperti Nusa Dua dan Kuta, yang bergantung pada sumber air dari hulu.
**Kesimpulan:**
Bencana banjir dan longsor di Bali menunjukkan perlunya peningkatan upaya mitigasi bencana, termasuk pengelolaan hutan, penataan ruang di sekitar area penambangan, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan dampak perubahan iklim dan pentingnya antisipasi terhadap bencana hidrometeorologi di masa mendatang. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengurangi risiko bencana dan melindungi kehidupan serta aset masyarakat Bali.
**Kata Kunci:** Banjir Bali, Longsor Bali, Bencana Alam Bali, Hujan Ekstrem Bali, BPBD Bali, Karangasem, Jembrana, Tabanan, Bangli, Mitigasi Bencana, Perubahan Iklim, Kerusakan Infrastruktur, Korban Jiwa.
